PRAKTIKUM
A. Judul : Uji Toksisitas Limbah Deterjen Terhadap Mortalitas Ikan Nila (Tilapia nilotica)
B. Tujuan : Pada akhir praktikum ini para mahasiswa diharapkan dapat menguraikan tentang derajat
toksisitas deterjen terhadap ikan nila yang dimanefestasikan sebagai LC50 – 96 jam
C. Dasar Teori
Dalam era industrialisasi dan globalisasi dewasa ini di beberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan nasional yang perlu dicari jalan pemecahannya. Kualitas lingkungan yang menurun di suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap produk-produk yang dihasilkan negara yang bersangkutan. Penurunan kualitas lingkungan akan berpengaruh terhadap produk pertanian, peternakan dan perikanan, sehingga daya saing untuk keperluan ekspor di pasaran internasional menjadi menurun. Selain itu, kualitas kesehatan penduduk yang tinggal di daerah lingkungan yang tercemar akan menjadi buruk dan berdampak pada menurunnya daya kreatitifitas penduduk.
Salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan adalah pencemaran air, dimana air yang kita pergunakan setiap harinya tidak lepas dari pengaruh pencemaran yang diakibatkan oleh ulah manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologik (bakteri, virus, parasit), bahan organik (pestisida, deterjen), beberapa bahan inorganik (garam, asam, logam) serta bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan (Mason, 1991).
Air limbah rumah tangga merupakan sumber yang banyak ditemukan di lingkungan. Salah satu komponennya yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan berasal dari deterjen karena manusia pasti menggunakan deterjen setiap harinya sebagai bahan pembersih di rumah tangga. Jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian dan bahkan piring adalah deterjen merek Rinso anti noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.
Limbah atau toksikan di alam ada yang bersifat tunggal dan ada yang campuran. Keberadaannya di lingkungan (terutama perairan) akan berinteraksi dengan komponen atau faktor lain. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi toksikan adalah sifat fisik kimia toksikan tersebut, sifat fisik kimia biologis lingkungan, dan sumber keluaran dan kecepatan masukan toksikan ke lingkungan. Biota dapat mengalami efek negatif toksikan tunggal atau campuran berbagai toksikan, dalam bentuk perubahan struktural dan fungsional. Efek negatif tersebut dapat bersifat akut atau kronis/subkronis, tergantung pada jangka waktu pemaparan zat yang dapat mematikan 50% atau lebih populasi biota yang terpapar (Mangkoedihardjo, 1999).
Tidak tertutup kemungkinan bahwa kadar deterjen jenis ABS atau lainnya di suatu perairan, terutama di sekitar pemukiman padat, melebihi ambang, sehingga menimbulkan efek negatif berupa kematian biota. Sekarang muncul permasalahan, berapa lama toksikan terpapar pada biota yang menyebabkan kematian, dan bagaimana menetapkan suatu zat toksikan mempunyai efek toksik yang bersifat akut terhadap organisme. Untuk mengetahui zat/ unsur pencemar penyebab terganggunya kehidupan biota dan efek yang ditimbulkannya terhadap biota dalam suatu perairan, perlu dilakukan suatu uji efek zat pencemar terhadap biota yang ada, yang bisa dilihat dari suatu hasil uji dalam bentuk LC50 suatu biota. Uji tersebut dikenal dengan uji toksisitas, baik uji toksisitas akut atau uji toksisitas kronis (Mangkoedihardjo, 1999). Uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi besarnya konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek toksik limbah deterjen terhadap ikan nila dan menentukan nilai LC50 dari limbah deterjen tersebut. Manfaat dari kajian ini adalah sebagai bahan informasi bagi masyarakat pengguna deterjen akan dampak dan bahayanya terhadap kehidupan biota air dan manusia sehingga diharapkan masyarakat tersebut akan lebih bijaksana dan sadar dalam membuang limbah deterjennya ke lingkungan perairan.
Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul) dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronis/ sub kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali.
D. Alat dan Bahan
Alat :
1. Untuk pemeliharaan ikan uji
a. Akuarium ukuran 40x25x20cm
b. Gayung plastik
c. Jaring ikan kecil
d. Selang plastik
e. Beker glass
f. Gelas ukur
g. Aerator
h. Kertas label
i. Termometer
j. Timbangan analitik
2. Untuk analisis kualitas fisikokimia air
a. Mikro buret
b. Erlenmeyer
c. Tabung reaksi
d. pH meter elektrik
e. Termometer
f. Pipet Tetes
g. Gelas Ukur
Bahan :
a. Hewan uji berupa benih Ikan Nila (Tilapia nilotica) dengan panjang 3-4 cm
b. Deterjen “Rinso Anti Noda”
c. Air PAM
E. Cara Kerja
1. Tahap pemeliharaan ikan uji
a. Memelihara ikan uji selama 5 hari dalam bak penampungan. Melakukan aerasi selama pemeliharaan untuk mempertahankan kadar oksigen terlarut.
b. Melakukan pergantian air sebanyak 50-60% dari kapasitas air pemeliharaan. Memberi makan ikan setiap hari dengan memberikan daun pepaya (Carica papaya).
2. Tahap aklimatisasi
Mengadaptasikan ikan uji dalam bak penampungan selama 1 hari tanpa memberi makan. Memberi aerasi pada bak penampungan untuk menjaga agar oksigen perairan memenuhi persyaratan sebagai air uji.
3. Tahap perlakuan uji ikan
a. Menyiapkan 5 macam konsentrasi deterjen merk tertentu (termasuk kontrol) dalam air uji. Menyusun perlakuan secara acak dengan 2 ulangan.
b. Menentukan variasi konsentrasi yakni 1 ppm (0,02gr/ 15 liter), 10 ppm (0,25gr/ 15 liter), 30 ppm (0,45gr/ 15 liter) dan 60 ppm (0,90gr/ 15 liter).
c. Menempatkan ikan dalam bejana uji yang telah diaerasi dan mengisi setiap bejana dengan 10 ekor ikan. Melakukan pengujian dengan sistem hayati statis dan tidak melakukan aerasi selama kegiatan pengujian.
d. Mengukur parameter fisikokimia air pada masing-masing bejana dan mengukur parameter fisiologis.
F. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Hasil pengamatan toksisitas limbah deterjen disajikan dalam tabel 1 dan tabel 2.
Tabel 1. Data hasil pengamatan uji toksisitas limbah deterjen terhadap ikan nila pada konsentrasi 30 ppm (0,45gr/15 liter) ulangan 1
Exs:
Hari
|
Parameter Fisikokimia
|
Parameter Fisiologis
|
Ket.
| |||||
Suhu
|
pH
|
DO
|
CO2
|
Salinitas
|
Pola berenang
|
Kecepatan (cuap/menit)
| ||
Selasa
|
310C
|
7,3
|
41%,
28,00C
(12.40)
|
0,03
(15.34)
|
0,1 ppt/ 27,50C
(12.30)
|
Normal
|
40
|
14.40, 1 ekor mati
14.26, 1 ekor mati
14.29, 1 ekor mati
14.31, 1 ekor mati
14.41, 2 ekor mati
14.46, 1 ekor mati
15.12, 1 ekor mati
15.25, 1 ekor mati
15.43, 1 ekor mati
|
Rabu
| ||||||||
Kamis
| ||||||||
Jum’at
|
Tabel 2. Data hasil pengamatan uji toksisitas limbah deterjen terhadap ikan nila pada konsentrasi 30 ppm (0,45gr/15 liter) ulangan 2
Exs:
Hari
|
Parameter Fisikokimia
|
Parameter Fisiologis
|
Ket.
| |||||
Suhu
|
pH
|
DO
|
CO2
|
Salinitas
|
Pola berenang
|
Kecepatan (cuap/menit)
| ||
Selasa
|
300C
|
7,3
|
40%,
28,30C
(12.35)
|
0,2
(15.35)
|
0,1 ppt/ 27,80C
(12.30)
|
Normal
|
(1) 63, (2).65, (3).64, (4).68
|
- 13.30, 2 ekor mati
- 23.35, 1 ekor mati
- 13.37, 1 ekor mati
- 14.00, 2 ekor mati
- 14.23, 1 ekor mati
|
Rabu
| ||||||||
Kamis
| ||||||||
Jum’at
|
2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang pada tabel 1 dan 2, menunjukkan bahwa semua ikan uji (10 ekor) mati, walaupun pada saat pertama di masukkan, pergerakannya masih normal namun lama-kelamaan lemas dan akhirnya mati. Ikan-ikan uji yang di masukkan dalam air limbah deterjen konsentrasi 30 ppm (0,45gr/15 liter) mati sebelum 96 jam pengamatan.
Kadar oksigen di dalam wadah semakin berkurang, hal ini selain akibat tegangan permukaan deterjen yang menghalangi penetrasi oksigen dari udara ke dalam larutan uji, juga ikan-ikan uji dalam wadah menggunakan oksigen untuk respirasi sehingga persediaan oksigen dalam wadah uji semakin lama semakin sedikit. Namun, penyebab utama kematian ikan uji bukan berkurangnya oksigen akibat respirasi ikan, melainkan adanya limbah deterjen dalam wadah. Hal ini diperjelas oleh Wardhana (1995) bahwa bahan buangan organik dapat bereaksi dengan oksigen terlarut mengikuti reaksi oksidasi biasa, semakin banyak bahan buangan organik di air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut.
Limbah deterjen juga dapat menurunkan nilai pH. Hal ini diduga disebabakan oleh terbentuknya asam lemak bebas dan senyawa sulfonat dari hidrolisis deterjen. Karena perubahan atau penurunan pH tersebut sangat kecil, dianggap pengaruhnya terhadap ikan uji juga sangat kecil.
Penyebab kematian ikan adalah karena kerusakan ephitelium insang dan akibat penyumbatan saluran-saluran branchiola sehingga pertukaran gas terganggu dan ikan mati lemas. Selain itu, kematian ikan uji tersebut disebabkan karena zat toksikan (deterjen) yang terserap ke dalam tubuh ikan berinteraksi dengan membran sel dan enzim sehingga enzim tersebut bersifat immobil. Dengan demikian, kerja enzim terhambat atau terjadi transmisi selektif ion-ion melalui membran sel. Selain itu, kematian ikan uji juga berkaitan dengan tegangan permukaan deterjen, dimana percobaan Reiff (1975, dalam Mautina, 2000) dengan menggunakan rainbow trout menemukan bahwa toksisitas memperlihatkan suatu korelasi dengan tegangan permukaan. Korelasi ini jauh lebih dekat dengan analisis kimia untuk kepekatan surfaktan. Penyebab lainnya adalah berkaitan dengan ketersediaan oksigen terlarut, dimana deterjen dengan kepekatan tinggi akan menghambat masuknya oksigen dari udara ke dalam larutan uji (air limbah deterjen) sehingga ikan-ikan tersebut lama kelamaan kehabisan oksigen. Varley (1987) mengatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut tergantung pada tingkat kejenuhan air itu sendiri, kejenuhan air dapat disebabkan oleh koloidal yang melayang di air maupun jumlah larutan limbah deterjen yang terlarut di air.
Nilai LC50 ditentukan dengan metode Litchfield-Wilcoxon. Pengamatan kelangsungan hidup (survival observation) untuk memperoleh gambaran sejauh mana efek zat toksikan (deterjen) terhadap kehidupan ikan nila. Mangkoedihardjo (1999) menyatakan bahwa sifat efek toksik bisa irreversible, yang berakhir dengan matinya biota yang terpapar toksikan. Berdasarkan hal tersebut, persen atau jumlah ikan yang mati juga dihitung terutama dalam kaitannya dengan penentuan LC50.
G. Kesimpulan
Limbah deterjen (rinso anti noda) mempunyai sifat sebagai toksikan yang mempunyai efek toksik yang akut terhadap ikan nila. Selain itu, konsentrasi limbah deterjen yang tinggi memperbesar toksisitas deterjen tersebut. Penyebab utama kematian ikan uji bukan berkurangnya oksigen akibat respirasi ikan, melainkan adanya limbah deterjen dalam wadah uji.
DAFTAR PUSTAKA
Halang,Bunda.2004.Toksisitas Air Limbah Deterjen.Online.Tersedia dihttp://bioscientiae.unlam.ac.id/v1n1/v1n1_halang.PDF.diakses tanggal 3 juni 2011
Team teaching. 2011.Penuntun Praktikum Ekologi. Gorontalo. UNG
Zahry.Abdul.2005.Pengaruh Alkyl Benzena Sulfonate(LAS).Online.Tersedia dihttp://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1108613.pdf .diakses tanggal 3 juni 2011