A.
ABSTRAK
Formalin adalah senyawa
yang berbahaya dan beracun bagi kesehatan manusia, jika masuk kedalam tubuh
melalui makanan dan jika telah terakumulasi dalam tubuh, senyawa kimia tersebut
akan bereaksi dengan hampir semua senyawa yang ada didalam sel tubuh tergangu
dan dapat menyebabkan kematian. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif yaitu untuk mengetahui penggunaan
formalin pada bakso.
Populasi dalam
penelitian ini adalah semua bakso yang diperjual belikan di Neusu Kota Banda Aceh Tahun 2011, yaitu
terdapat 5 tempat penjualan. Sampel dalam penelitian ini adalah 1 butir/ 10
gram bakso pada tiap-tiap tempat penjualan bakso. Penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 28 Juni- 4 Juli 2011. Penyajian data dengan menggunakan tabel
distribusi frekuensi dan narasi.
Dari hasil penelitian
diketahui bahwa dari 5 tempat penjualan bakso di Neusu Kota Banda Aceh, yang negatif
mengandung formalin yaitu 5 tempat penjualan (100%) dan tidak ditemukan adanya kandungan formalin pada bakso di tempat
penjualan bakso di Neusu Kota Banda Aceh.
Dapat disimpulkan bahwa
semua tempat penjualan bakso di Neusu Kota Banda Aceh negatif dari penggunaan
formalin. Disarankan kepada produsen dan para penjual bakso agar tidak sama
sekali menggunakan formalin dalam bahan baku maupun bahan jadi bakso. Badan POM
diharapkan lebih meningkatkan pengawasan terhadap baku mutu bakso dan makanan
lain yang beredar di pasaran. Masyarakat diharapkan agar lebih berhati-hati
dalam memilih dan membeli bakso atau makanan lainnya yang aman untuk
dikonsumsi.
Kata Kunci = Kandungan
Formalin
B.
PENDAHULUAN
Menurut Depkes RI (2002) tujuan pembangunan
kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui
terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat.
Menurut Depkes RI (2006) untuk mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagaimana yang dituangkan ke dalam
visi Indonesia Sehat 2010, maka diterapkan misi pembangunan nasional yang
berwawasan kesehatan yaitu menggerakkan pembangunan nasional yang berwawasan
kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan
meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah
satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsi. Undang-undang No.7
tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi
beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat
terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud disini mencakup bebas
dari pencemaran biologis, mikrobiologis, kimia, dan logam berat. Penggunaan
pengawet pada bahan makanan sampai saat ini masih banyak dijumpai akhir-akhir
ini. Pengawet yang lagi ramai dibicarakan dikalangan masyarakat adalah
penggunaan formalin sebagai pengawet bahan makanan. Beberapa bahan makanan
seperti: tahu, bakso, mie basah, kerupuk, ikan kering, ikan laut yang lama
waktu penangkapannya masih dijumpai menggunakan formalin sebagai bahan pengawet
(Sumber : Direktur Pengawas Makanan dan Minuman, Depkes 1996).
Pemakaian formalin pada bahan makanan dapat
menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala sebagai berikut : sukar
menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah,
timbulnya depresi susunan syaraf atau gangguan peredaran darah. Formalin
bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernapasan.
Formalin pada dosis rendah dapat menyebabkan sakit perut akut disertai
muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf, serta kegagalan peredaran
darah. Pada dosis tinggi, formalin dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing
darah, tidak bisa kencing serta muntah darah, dan akhirnya menyebabkan
kematian. Berdasarkan beberapa penelitian disimpulkan bahwa formalin tergolong
sebagai karsinogen, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya kanker.
Kesepakatan umum dikalangan para ahli pangan bahwa semua bahan yang terbukti
bersifat karsinogenik tidak boleh digunakan dalam makanan maupun minuman.
Prinsip ini di Amerika dikenal dengan nama Delaney Clause. Bahan
Tambahan Makanan (Food Additive), dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.722 /Men.Kes/Per/IX/88 bahwa formalin dilarang untuk
digunakan dalam makanan dan minuman. Penggunaan formalin pada makanan dan
minuman, 84 tahun sebelum terbitnya peraturan di Indonesia, telah dilarang di
Amerika Serikat (Budi Widianarko dkk, 2000).
Makanan yang mengandung formalin dan bahan
kimia berbahaya lainnya masih dijumpai pada makanan yang beredar bebas di
Propinsi Aceh. Dari hasil pemantauan dan pengujian terhadap 300 jenis makanan
yang dijual pedagang maupun produk industri rumah tangga di Aceh, sebagian
masih menggunakn formalin dan boraks pada bakso dan mie basah. Ciri-ciri bahan
makanan yang mengandung formalin adalah ; jika pada tahu, maka tahu telihat
kenyal dan tidak mudah pecah kalau dipencet, pada bakso maka bakso terlihat
kenyal dan susah ditusuk, pada mie basah maka mie terlihat kenyal, pada ikan
kering maka ikan kering terlihat tegang dan tidak dihinggapi lalat dan sukar
berulat. Begitu juga pada kerupuk maka kerupuk balado terlihat sangat garing,
pada ikan laut ukuran sangat besar maka ikan terlihat sangat kaku (Muliawarman,
2009).
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul permasalahan yaitu adakah
kandungan formalin pada bakso yang diperjual belikan di Neusu Kota Banda Aceh
tahun 2011.
D.
Prosedur Penelitian
1.
Bahan
- Bakso
- Aquadest
- Hand scund
- Masker
2.
Alat
a.
Spektrophotometer
b.
Box Formaline
Test
1)
Comparator 1 Buah
2)
Tabung Sampel 2
Buah
3)
Pipet Sampel 1
Buah
c.
Cawan petri
3.
Reagensia
a. FO-1
b. FO-2
4.
Proses Analisis Sampel
a.
Masukkan kedalam
cawan 1 butir bakso, dihaluskan dan dicairkan dengan 10 ml air aquadest.
b.
Masukkan 5 ml
sampel yang sudah dicairkan kedalam tabung reaksi.
c.
Tambahkan 5 tetes
reagen FO-1 pada salah satu tabung, tutup dan kocok.
d.
Tambahkan 1 tetes
reagen FO-2 pada tabung yang telah diisi reagen FO-1, tutup tabung dan kocok.
e.
Inkubasi pada
suhu kamar selama 1 menit.
f.
Baca hasil pada
comparator dengan membandingkan warna sampel dengan warna standar, (Positif (+)
bila terjadi perubahan warna pada comparator).
g.
Jika positif
mengandung formalin, baca kandungan formalin pada alat spektrophotometer pada
panjang gelombang 550 nm.
E.
Hasil
Dari hasil penelitian yang dilakukan di UPTD
Balai Laboratorium Kesehatan Banda Aceh pada tanggal 28 Juni- 4 Juli 2011, maka
diperoleh hasil sebagai Berikut :
TABEL V.1
DISTRIBUSI FREKUENSI KANDUNGAN
FORMALIN YANG TERKANDUNG DALAM BAKSO YANG DIPERJUAL BELIKAN DI NEUSU KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011
No
|
Kandungan Formalin
|
Frekuensi
|
Rata-
rata
|
Persentase (%)
|
||
Uji I
|
Uji II
|
Uji III
|
||||
1
|
Positif (+)
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
Negatif ( - )
|
5
|
5
|
5
|
5
|
100
|
Jumlah
|
100
|
Sumber: Data Primer tahun 2011
Berdasarkan tabel V.1 diatas menunjukkan bahwa
semua tempat penjualan bakso di Neusu Kota Banda Aceh tidak menggunakan bahan
pengawet formalin.
TABEL V.2
DISTRIBUSI FREKUENSI KADAR FORMALIN
YANG TERKANDUNG DALAM BAKSO YANG DIPERJUAL BELIKAN DI NEUSU KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011
No
|
Nama Tempat Penjualan
|
Kadar Formalin / 10gram Bakso
|
Rata-rata
|
||
Uji I
|
Uji II
|
Uji III
|
|||
1
|
A
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
B
|
0
|
0
|
0
|
0
|
3
|
C
|
0
|
0
|
0
|
0
|
4
|
D
|
0
|
0
|
0
|
0
|
5
|
E
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Sumber : Data Primer tahun 2011
Dari tabel V.2
diatas menunjukkan bahwa semua bakso yang diperjual belikan di Neusu Kota Banda
Aceh tidak mengandung formalin.
F.
Pembahasan
Untuk mengetahui suatu bahan pangan
khususnya bakso yang mengandung formalin, kita dapat mengamati secara langsung
dengan melihat keadaan bakso tersebut. Bakso yang mengandung formalin akan
terlihat kenyal dan susah ditusuk. Namun tanda-tanda tersebut tidak akurat jika
tidak dilakukan uji labolatorium baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.
Untuk memastikan ada tidaknya
penggunaan formalin pada bakso di tempat penjualan bakso di Neusu Kota Banda
Aceh, peneliti melakukan pemeriksaan formalin di laboratorium terhadap 5 tempat
penjualan bakso tersebut yang masing-masing tempat tersebut diambil sampel
sebanyak 10 gram/ 1 butir bakso. Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan
hasil bahwa 5 tempat penjualan bakso di Neusu Kota Banda Aceh negatif terhadap
penggunan formalin, seperti yang disajikan pada tabel V.1 dan V.2. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa bakso yang diperjual belikan di Neusu Kota Banda Aceh
aman dikonsumsi karena tidak mengandung formalin dan diharapkan kepada produsen
bakso untuk terus mempertahankan kualitas bakso yang diproduksinya untuk menjamin kesehatan para konsumen. Dari
hasil wawancara peneliti dengan para penjual bakso tersebut, peneliti
mendapatkan informasi bahwa para penjual bakso mengetahui tentang adanya
larangan pengguanaan formalin sebagai bahan pengawet bahan makanan dan
mengetahui bahaya daripada zat kimia formalin bagi kesehatan manusia.
G.
Kesimpulan
- 1. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya penjual bakso yang memakai formalin sebagai pengawet bahan bakso.
- 2. Dari hasil pengujian di laboratorium terhadap 10 gram bakso dari masing-masing tempat penjualan bakso tidak ditemukan adanya kandungan formalin.
H.
Saran
- 1. Kepada penjual bakso diharapkan agar tidak menggunakan bahan berbahaya formalin dalam bakso.
- 2. Kepada Badan POM diharapkan selalu mengawasi dan meningkatkan pengawasan terhadap penjual dan produsen bakso.
- 3. Disarankan terhadap peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti bakso yang ada ditempat lain untuk mengetahui ada tidaknya penggunaan formalin pada bakso yang diperjual belikan.
- 4. Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih bakso dan makanan yang aman untuk dikonsumsi.
salam.
ReplyDeletebg, ada jurnal mngenai borak pd mie basah di blang padang gak?